JAKARTA (www.wartanasionalraya.com) – Pemerintah RI dalam hal ini Kementerian Perhubungan c.q Direktorat Jenderal Perhubungan laut telah mengikuti Regional webinar on “Challenges faced by seafarers and identification of best practices during the COVID-19 pandemicin Asia” yang telah dilaksanakan oleh International Maritime Organization (IMO) pada 4-5 November 2020.
Kementerian
Perhubungan cq. Ditjen Perhubungan Laut yang diwakili oleh Direktur Lalu Lintas
dan Angkutan Laut, Capt. Antoni Arif Priadi melalui makalahnya, “Indonesia’s
response to the seafarers’ crisis during the COVID-19 pandemic,” kembali
menegaskan komitmen dan dukungan pemerintah Indonesia terhadap kebijakan
pertukaran Anak Buah Kapal (ABK) selama pandemi Covid-19.
“Kami
sangat mendukung kebijakan pertukaran Anak Buah Kapal di tengah pandemi global
Covid-19. Kondisi ini merupakan situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya
dan harus kita hadapi, sehingga merupakan tantangan besar bagi dunia global,”
kata Antoni Arif Priadi yang juga selaku focal point Indonesia pertukaran dan
pemulangan ABK itu.
Menurutnya,
saat ini setidaknya ada dua perspektif dalam upaya menghadapi tantangan
tersebut. Pertama, dari perspektif nasional, Indonesia telah menerbitkan Surat
Edaran tentang Kerangka Kerja Nasional Pemulangan dan Pergantian Awak Kapal dan
Pelayanan di tengah pandemi Covid- 19. Kemudian menetapkan Standard Operation Procedure
(SOP) Repatriasi dan Pergantian Awak Kapal dan Pelayanan di pelabuhan yang
telah ditetapkan.
Kedua,
dari perspektif internasional, Indonesia telah berpartisipasi dalam Joint
Ministerial Statement on the International Virtual maritime Summit on Crew
Change pada Juli 2009.
“Dan
Resolusi MSC.473 (ES.2) tentang penunjukan National Focal Point mencerminkan
komitmen kami untuk menangani masalah ini,” kata Antoni.
Dalam
pertemuan dengan format virtual conference tersebut, Indonesia mengusulkan agar
seluruh negara anggota IMO harus memastikan pelaut yang terkena dampak pandemi
Covid-19 agar dapat melakukan pertukaran ABK, serta dapat melakukan pemulangan
ke negara asal (repatriasi) secara aman.
“Sesuai
Circular IMO No.4204 ayat 14, pelaut yang dinyatakan sebagai pekerja maritim
dan merupakan key worker agar diberi kemudahan untuk pergi bekerja, naik dan
turun kapal baik sign in maupun sign off, dan melakukan transit,” jelas Antoni.
Pada
kesempatan tersebut Antoni memaparkan bahwa per Oktober 2020, Indonesia telah
memulangkan 24.542 orang ABK Indonesia ke rumahnya. Perinciannya, sebanyak
5.507 orang melalui Pelabuhan Tanjung Priok, 1.540 orang melalui Pelabuhan
Benoa, 39 orang melalui Bandara Halim Perdana Kusuma, 9.192 orang melalui
Bandara Soekarno Hatta, dan 8.264 orang orang melalui Bandara I Gusti Ngurah
Rai.
“Kami
juga sedang dalam proses penambahan pelabuhan Indonesia untuk repatriasi dan
pergantian awak kapal, yaitu: Pelabuhan Belawan, Batam, Tanjung Balai Karimun,
Pelabuhan Merak, Tanjung Perak, Makassar, Bitung, Ambon, dan Pelabuhan Sorong,”
ujarnya.
“Indonesia
juga dalam memfasilitasi pergantian awak kapal asing dengan menerapkan prosedur
Nasional dan protokol kesehatan WHO, berkoordinasi dengan pemilik kapal,
prinsipal dan atau agen,” imbuh Antoni.
Ia
menjelaskan, apabila terjadi keadaan darurat medis /kesehatan yang dialami oleh
awak kapal asing saat kapal sedang di pelabuhan, maka awak kapal asing tersebut
dapat turun dari kapal setelah terlebih dahulu mendapat izin dari Satgas
Covid-19 di wilayahnya masing-masing untuk perawatan medis darurat dan atau
segera dirujuk /dibawa ke rumah sakit.
Indonesia
juga telah memfasilitasi pemulangan kapal asing dan pergantian awak kapal di
beberapa pelabuhan (Pulau Galang, Pulau Nipah, Tg. Balai Karimun, Tg.
Priok-Jakarta dan Benoa-Bali). Pemulangan awak kapal asing tersebut tetap
menerapkan prosedur nasional dan protokol kesehatan WHO, berkoordinasi dengan
pemilik kapal, prinsipal dan/atau agen. Pemilik kapal atau prinsipal harus
menyerahkan surat komitmen terkait kepatuhan terhadap standar pemeriksaan uji
Covid-19 dan ketentuan karantina.
Antoni
mengusulkan jika kegiatan pergantian dan pemulangan ABK ini menjadi kewajiban
bagi negara anggota, maka perlu adanya beberapa kesepakatan bersama
antarnegara. “Terlebih lagi karena peraturan atau ketentuan di masing-masing
negara berbeda,”imbuhnya.
(REDAKSI
WNR).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar