Setya Novanto diam di sidang perdana kasus e-KTP di Pengadilan Tipikor (13/12). (Foto : Antara) |
Sidang perdana kasus korupsi e-KTP dengan terdakwa Setya Novanto sudah digelar Rabu (13/12). Namun ada kejanggalan dalam dakwaan Jaksa KPK soal raibnya tiga nama politikus PDIP. Ada apakah gerangan?
Jakarta - Sidang perdana kasus korupsi e-KTP dengan tersangka Setya Novanto digelar pada Rabu (13/12/2017) lalu. Pengacara Setya Novanto mempertanyakan hilangnya tiga nama politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dari surat dakwaan kliennya.
Sidang yang dimulai sejak pukul 10.00 WIB tersebut, diawali dengan drama membisunya Setya Novanto dan perdebatan ihwal kondisi kesehatannya. Pembacaan dakwaan pun baru bisa dilaksanakan pada pukul 17.13 WIB.
Dalam eksepsi atau nota keberatan atas surat dakwaan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kuasa hukum Setya Novanto, Maqdir Ismail, mempertanyakan sejumlah fakta yang aneh pada surat dakwaan. Salah satunya ihwal nama-nama penerima uang seputar korupsi proyek e-KTP tersebut.
Maqdir menyebut tiga politikus yang muncul pada dakwaan sebelumnya, hilang dalam surat dakwaan Setya Novanto. Ia merujuk surat dakwaan milik Irman, Sugiharto, dan Andi Agustinus alias Andi Narogong.
Di sana disebutkan Ganjar Pranowo menerima US $520.000, kemudian Yasonna Laoly menerima US $84.000, dan Olly Dondokambey sebesar US $1,2 juta. Ketiganya saat itu menjabat anggota DPR periode 2009-2014.
Sidang yang dimulai sejak pukul 10.00 WIB tersebut, diawali dengan drama membisunya Setya Novanto dan perdebatan ihwal kondisi kesehatannya. Pembacaan dakwaan pun baru bisa dilaksanakan pada pukul 17.13 WIB.
Dalam eksepsi atau nota keberatan atas surat dakwaan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kuasa hukum Setya Novanto, Maqdir Ismail, mempertanyakan sejumlah fakta yang aneh pada surat dakwaan. Salah satunya ihwal nama-nama penerima uang seputar korupsi proyek e-KTP tersebut.
Maqdir menyebut tiga politikus yang muncul pada dakwaan sebelumnya, hilang dalam surat dakwaan Setya Novanto. Ia merujuk surat dakwaan milik Irman, Sugiharto, dan Andi Agustinus alias Andi Narogong.
Di sana disebutkan Ganjar Pranowo menerima US $520.000, kemudian Yasonna Laoly menerima US $84.000, dan Olly Dondokambey sebesar US $1,2 juta. Ketiganya saat itu menjabat anggota DPR periode 2009-2014.
"Makanya saya tadi katakan kenapa di perkara ini kok tiba-tiba nama Ganjar yang terima uang hilang, bukan hanya Pak Ganjar, Yasonna Laoly hilang, Olly Dondokambey hilang," ujar Maqdir, Rabu (13/12/2017) malam, dilansir Merdeka.com, Kamis (14/11).
Kritik juga datang dari Direktur Jenggala Center, Syamsuddin Radjab, dalam siaran persnya Sabtu (16/12/2017). Lembaga pemenangan Jusuf Kalla sejak pemilu pada 2004 itu, menilai KPK telah mengabaikan tiga nama yang hilang tersebut dan menganggap sebagai hal yang biasa dalam dakwaan.
"Saya tegaskan, pemberantasan korupsi dengan cara diskriminatif, tidak adil dan tebang pilih sama jahatnya dengan tindakan korupsi itu sendiri," tulis Syamsuddin.
Menanggapi pernyataan pengacara Setya Novanto alias Setnov, Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi, Febri Diansyah, menyatakan substansi dakwaan merupakan strategi KPK. Febri meminta kuasa hukum Setnov fokus membela kliennya.
"Saya kira kalau terkait dengan substansi dakwaan itu bagian dari strategi di KPK. Tentu saat ini kami fokus membuktikan dan lebih menjelaskan perbuatan-perbuatan apa yang diduga dilakukan Setya Novanto," kata Febri di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (14/12/2017), dalam Kompas.com.
Dalam kesempatan lain, Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, mengatakan bahwa penyebutan atau pencantuman nama seseorang pada surat dakwaan tidak berarti bahwa yang bersangkutan terlibat dalam suatu perkara.
Alex yang merupakan mantan hakim ad hoc Pengadilan Tipikor Jakarta, menjelaskan untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka atau terdakwa tidak bisa mengandalkan keterangan dari satu orang saja. Bahkan proses verifikasi dan klarifikasi, belum menjamin menjadi fakta hukum bahwa seseorang betul-betul terlibat.
"Nama siapapun bisa saja muncul dalam sebuah kasus atau surat dakwaan, namun publik tidak perlu menjustifikasi seseorang itu terlibat karena bisa jadi nama itu hanya disebut-sebut oleh saksi sepihak tanpa bukti kuat," katanya dilansir Antaranews (14/12).
Mantan Ketua DPR Setya Novanto merupakan terdakwa pertama dalam kasus dugaan korupsi proyek e-KTP (KTP Elektronik) yang berasal dari unsur politik. Dalam kasus megakorupsi yang diperkirakan merugikan negara lebih dari Rp2 triliun ini, sebelumnya KPK memproses hukum terdakwa dari unsur birokrasi dan swasta.
Mereka adalah dua mantan pejabat Kemendagri, Irman dan Sugiharto, serta Andi Agustinus alias Andi Narogong, pengusaha yang berasal dari unsur swasta.
Sedangkan Markus Nari, anggota DPR periode 2009-2014, ditetapkan menjadi tersangka kasus e-KTP pada Juli lalu namun belum naik ke proses selanjutnya. Satu tersangka lagi, adalah Direktur Utama PT Quadra Solution, Anang Sugiana Sudiharjo.
Selain pihak swasta, birokrasi, dan legislatif, KPK juga mengindikasikan keterlibatan korporasi. Bila terdapat perusahaan yang terbukti memperkaya diri, tak menutup kemungkinan KPK akan memproses perusahaan tersebut. Namun saat ini KPK masih fokus pada individu-individu yang terlibat dalam kasus korupsi proyek e-KTP.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar