Mantan Komisioner KPK Bambang Widjojanto. |
Bambang khawatir, pembentukan Densus Tipikor Polri justru menjadi backfire atau bumerang bagi pemerintahan Jokowi sendiri. "Sudah saatnya Presiden mengambil sikap. Sikap kenegarawanan yang jelas. Jangan ini menjadi backfire terhadap upaya pemberantasan korupsi. Yang rugi adalah kekuasaan," ujar Bambang di Universitas Andalas, Rabu (18/10).
Bambang menyebutkan, isu pemberantasan korupsi mau tak mau harus menjadi prioritas pemegang kekuasaan. Apalagi, pemerintah menyetir arus kas penerimaan dan belanja negara. Menurutnya, sebagiaan besar porsi penerimaan dan pengeluaran negara dikelola oleh negara. Artinya, potensi state capture corruption justru ada di lingkungan pemerintah sendiri. "Jadi Presiden memiliki kepentingan langsung untuk membentuk atau tidak membentuk densus ini," ujar Bambang.
Bambang juga menilai, KPK lahir dari tuntutan publik terhadap pemberantasan korupsi yang mendesak dilakukan. Sementara Densus Tipikor ada potensi tercetus dari tuntutan wakil rakyat yang belum tentu secara 'genuine' mewakili keinginan rakyat. Bambang memandang ada potensi terjadi proses politisasi dalam pemberantasan korupsi melalui Densus Tipikor ini.
"Perlu dikaji ulang deh gagasan bentuk Densus Antikorupsi. Karena ini akan melemahkan dan menghancurkan seluruh proses upaya pemberantasan korupsi yang konsisten," ujar Bambang.
Pembentukan Densus Tipikor, lanjut Bambang, juga justru mengarah kepada pelemahan KPK. Ia meminta Presiden Jokowi untuk mengkaji kembali rencana pembentukan Densus Tipikor ini, terlebih untuk melongok lebih dalam lagi apakah tujuannya benar-benat untuk memberantas korupsi atau justru malah sebaliknya. "Jadi saya tidak dalam posisi untuk menyatakan setuju atau tidak. Uji dan kaji," katanya.
Kehadiran Densus Tipikor dapat melemahkan KPK? |
Penolakan Wapres tersebut juga disertai alasan. Menurutnya, pembentukan Densus Tipikor Polri perlu hati-hati dan jangan sampai isu ini justri menakuti para pejabat dalam membuat kebijakan. Karena menurut JK, salah satu yang memperlambat proses pembangunan disamping proses birokrasi yang panjang juga ketakutan pengambilan keputusan. (RO)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar