JAKARTA - (wartanasionalraya.com)
Baru-baru ini publik dihebohkan penyanyi dangdut Lesti Kejora diduga mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dilakukan oleh suaminya, Rizky Billar. Dugaan KDRT yang dilakukan oleh Rizky Billar terjadi setelah Lesti memergoki dirinya selingkuh.
Keduanya sempat adu mulut hingga akhirnya Rizky emosi dan melakukan penganiayaan terhadap Lesti. Atas kejadian itu, Lesti melaporkan kasus kekerasan yang dialaminya ke Polres Metro Jakarta Selatan. Rizky Billar dilaporkan atas Pasal 44 UU RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang KDRT.
Juru Bicara Nasional DPP Partai Persatuan Indonesia (Perindo) Ike Suharjo menyatakan, sebagai partai politik yang memiliki sensitifitas dalam isu perempuan dan anak, ada beberapa hal yang menjadi perhatian bagi Partai Perindo. Pertama, meminta pihak kepolisian untuk menghukum pelaku KDRT seberat-beratnya sesuai hukum perundang-undangan yang berlaku.
"KDRT bukan hanya menimbulkan luka fisik, namun juga menyerang psikis yang dapat membuat korban trauma. Selain itu, jika korban memiliki anak kecil, maka pertumbuhan anak juga akan terganggu karena ibunya mengalami trauma akibat kekerasan dari suaminya," kata Ike kepada MNC Portal Indonesia, Rabu (5/10/2022).
Kedua, Ike menyebutkan, mendorong setiap korban khususnya istri untuk berani speak up, berani melaporkan tindakan kekerasan dalam rumah tangga ke pihak kepolisian. Sekecil apapun bentuk kekerasan itu tidak dibenarkan.
"Perempuan wajib mendapat perlindungan dari segala bentuk kekerasan, sehingga jika dibiarkan maka kekerasan ini akan terus berulang dan di kemudian hari bisa menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan terhadap perempuan itu sendiri," ujarnya.
Kemudian yang ketiga, meminta seluruh stasiun tv dan semua media online untuk tidak mengundang pelaku KDRT. Karena segala bentuk kekerasan, terutama KDRT termasuk pelanggaran hak asasi manusia.
Lebih lanjut Ike menjelaskan, seorang publik figur harus bisa menjadi contoh yang baik kepada masyarakat, baik ketika tampil di layar kaca maupun kehidupan sehari-harinya.
"Menjadi pelaku KDRT merupakan contoh buruk bagi masyarakat,".
Sebagai informasi, menurut Komnas Perempuan, KDRT atau domestic violence banyak terjadi dalam hubungan relasi personal. Pelakunya adalah orang yang dikenal baik dan dekat dengan korban, seperti tindak kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap istri, ayah terhadap anak, paman terhadap keponakan, dan kakek terhadap cucu. Selain itu, KDRT pun dimaknai sebagai kekerasan terhadap perempuan oleh anggota keluarga yang mempunyai hubungan darah.
Kasus KDRT di Indonesia masih tergolong tinggi. Bahkan, menurut laporan Komnas Perempuan dan LBH APIK Jakarta, sejak pandemi Covid-19, jumlah laporan KDRT kian meningkat. Apalagi tingginya kasus KDRT ini bagaikan fenomena gunung es, dimana yang tampak masih permukaannya saja.
Masih banyak kasus yang belum dilaporkan, karena korban tidak berani speak up. Alasannya berbeda-beda, seperti tidak berani melapor karena mendapat ancaman dari suami dan karena masih mempunyai anak kecil.
Berdasarkan hasil Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) tahun 2016, Terjadinya kasus KDRT dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, faktor individu. Perempuan yang menikah secara siri, kontrak, dll dan sering bertengkar dengan suami berpotensi besar mengalami KDRT.
Kedua, faktor pasangan. Perempuan yang suaminya memiliki pasangan lain/berselingkuh, menganggur, dan pengguna narkotika berpotensi besar mengalami KDRT.
(Yadhi s./WNR)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar