JAKARTA, Wartanasionalraya.com
- Karo Multimedia Divisi Humas Polri, Brigjen Budi Setiawan mengungkapkan
kampanye kelompok penganut radikalisme dan intoleransi di era digital seperti
sekarang, banyak memanfaatkan media sosial (Medsos).
Berbagai produk
propaganda bertebaran di medium tersebut, dan tema yang paling sering
disampaikan ialah menyudutkan pemerintah serta mengusung ideologi khilafah.
"Kelompok pro
khilafah tersebut menjadikan hoax sebagai strategi yang efektif. Karena mereka
berprinsip sedang berperang sehingga boleh melakukan tipu daya dan tipu
muslihat termasuk penyebaran berita bohong atau hoax," kata Budi, Jumat
Hari ini (21/02/2020) dalam diskusi 'Upaya Peran Pers Mahasiswa dan Generasi
Millenial dalam Membendung Paham Radikalisme', di kawasan Cilandak, Jakarta
Selatan.
Kemudian ada yang
namanya ujaran kebencian (hate speech).
Ujaran-ujaran melalui forum-forum dan media sosial yang isinya hujatan, hinaan
dan provokasi bersumber dari hoax tadi. Masyarakat menjadi marah, takut dan
gelisah sehingga mudah digerakkan untuk kepentingan kelompok tadi.
Setelah menjadi
benci akibat terpapar hoax dan ujaran kebencian di media sosial, menurutnya
seseorang akan cenderung bersikap intoleran, rasis, radikalis, hingga merasa
benar sendiri. Akibatnya, apabila mendapati orang atau pihak yang tidak
sepaham, dianggapnya sebagai lawan yang harus diserang atau dimusnahkan.
"Tidak lagi ada rasa damai dalam hatinya, kebencian terus menjadi penyakit
yang membutakan mata kemanusiaan," ujarnya.
Atas itu, Polri
sebagai pihak yang bertanggung jawab memelihara keamanan dan ketertiban
masyarakat, melakukan pencegahan dan menangkal kampanye pro khilafah di
berbagai media. "Termasuk media sosial yang tampaknya seolah-olah bebas
menyebarkan berbagai hoax dan hasutan," ungkap Budi.
Upaya pencegahan
dilakukan Polri, yakni dengan melakukan patroli cyber, penyuluhan/sosialisasi,
pelatihan dan kampanye pemanfaatan internet dengan bijak. Lalu melakukan
edukasi dan komunikasi ke penggiat medsos, para netizen, perguruan tinggi,
media massa dan lembaga yang terkait, provider seluler dan lainnya. Sehingga,
mereka bisa turut berperan mengkampanyekan anti hoax dan menjaga ketertiban
bersama.
"Juga bersama
pihak-pihak yang memiliki kepedulian dan kepentingan yang sama untuk menjaga
ruang publik internet agar sehat," ucap Budi.
Kepolisian juga
melakukan upaya pembendungan konten negatif itu. Langkah ini dilakukan bekerja
sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan Badan Siber
dan Sandi Negara (BSSN). Sehingga patroli cyber bisa dilaksanakan, dan
selanjutnya memblokir serta menonaktifkan akun-akun penyebar kampanye pro
khilafah dan penyebar hoax.
Di samping itu upaya
penegakan hukum dengan cara menangkap dan memproses hukum pelaku, juga
senantiasa dilakukan. "Untuk itu, peran serta masyarakat dalam upaya Polri
tersebut penting artinya, masyarakat menolak hoax, tidak menyebarkan,
meneruskan apalagi memproduksi," tutur Budi.
"Juga
melaporkan segera jika menemukan adanya sebaran berita bohong dan kampanye pro
khilafah di media sosial, dan yang terpenting menjalankan fungsi kontrol saling
mengingatkan kepada orang terdekat untuk bijak dalam mengelola informasi,"
sambung perwira lulusan terbaik Sespimti Lembaga Administrasi Negara (LAN) pada
2016 ini.
(Redaksi WNR)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar