Fokus pembangunan pertanian harus lebih tajam, terutama infrastruktur pertanian. |
"Baru pada periode pemerintahan ini infrastruktur dan mekanisasi untuk efisiensi produksi mulai dipikirkan," ujar pengamat ekonomi pertanian HS Dillon dalam seminar nasional yang digelar Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) di Pekanbaru, Riau, Sabtu (21/7).
Dia menjelaskan, pembangunan infrastruktur dan modernisasi saat ini sangat penting untuk petani kecil. Akan tetapi, sangat disayangkan kondisi pasar komoditas pertanian yang banyak diintervensi mafia pangan.
"Pasar masih dikuasai kartel dan mafia yang cenderung menginginkan impor agar mendapatkan keuntungan yang besar. Ekonomi pasar kita sudah diintervensi oleh berbagai kepentingan sehingga rakyat dikorbankan. Dalam sektor pertanian banyak yang berkepentingan untuk mendapatkan keuntungan impor komoditas pangan dan ingin Indonesia tergantung terhadap produk pangan Impor," papar Dillon.
Oleh karenanya, dia meminta masyarakat paham tentang kondisi pasar Indonesia yang dikuasai kartel dan mafia. Masyarakat perlu paham bahwa liberalisasi perdagangan harus disikapi dengan hati-hati.
"Termasuk di sektor pangan untuk menjaga kedaulatan pangan. Potensi pangan lokal kita perlu dikembangan dengan melihat spesifikasi wilayah," ujar Dillon.
Di forum yang sama, Kepala Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Riau Darmansyah mengatakan, masyarakat tidak perlu khawatir akan kekurangan pangan. Sebab, potensi pangan lokal di Indonesia khususnya Riau sangat besar, seperti Sagu, umbi-umbian, produk hortukultura dan peternakan.
"Kami berharap diversifikasi pangan terus dikampanyekan, sehingga kita tidak tergantung pada produk impor seperti gandum dan aneka buah impor," ujarnya.
Hasil penelitian Prof. Bintoro dari Institut Pertanian Bogor (IPB) ada lima rumpun sagu yang cukup untuk pemenuhan karbohidrat satu keluarga selama setahun.
"Potensi sagu di Riau sangat besar dan belum optimal dimanfaatkan. Bahkan yang memanfaatkan tepung sagu negara tetangga seperti Jepang dan China, di mana beberapa tahun terakhir Riau mengekspor tepung sagu ke dua negara tersebut," jelas Darmansyah.
Sementara, Kabiro Humas dan Informasi Publik Kementan Kuntoro Boga Andri menambahkan bahwa capaian kebijakan pertanian selama empat tahun ini sangat membanggakan. Data Badan Pusat Statistik, produksi pertanian tahun 2017 sebesar Rp 1.344 triliun naik Rp 350 triliun dari 2013 dan nilai ekspor 2017 Rp 441 triliun naik 24 persen dari 2016 yang hanya Rp 355 triliun.
BPS pun merilis angka kenaikan nilai ekspor komoditas pertanian mencapai USD 298,5 juta atau tumbuh 6,11 persen (month to month) dan 7,38 persen (year on year). Tahun ini, Kementan menargetkan ekspor jagung sebanyak 500 ribu ton.
Selain ekspor, investasi pertanian 2017 sebesar Rp 45,90 triliun atau naik 14 persen per tahun dari 2013 hingga 2017.
"Peningkatan nilai investasi ini tak lepas dari kebijakan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman yang mencabut 50 permentan dan menyederhanakan 15 permentan menjadi satu permentan," demikian Kuntoro.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar