Presiden Joko Widodo ketika peresmian pembangunan Bendungan Raknamo NTT. |
KUPANG - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur bekerja sama dengan Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang melakukan survei dan desain terhadap pembukaan sawah baru pada areal sekitar Bendungan Raknamo di Kabupaten Kupang.
"Survei ini untuk memastikan berapa luas areal lahan potensial untuk pengembangan persawahan dengan menggunakan sumber air dari Bendungan Raknamo," kata Kepala Dinas Pertanian NTT Yohanis Tay Ruba kepada Antara di Kupang, Jumat.
Dia mengemukakan hal itu berkaitan dengan permintaan Gubernur NTT Frans Lebu Raya agar sebelum Bendungan Raknamo diresmikan pada akhir 2017, sudah ada pekerjaan fisik lahan persawahan di kawasan sekitarnya.
"Dua hari lalu, kami baru mengunjungi kawasan sekitar Bendungan Raknamo. Ada lahan potensial sekitar 841 hektare yang berada di sekitar kawasan Bendungan Raknamo yang bisa dijadikan sebagai lahan pertanian," katanya.
Hanya saja, lahan potensial yang ada masih perlu dikaji untuk mengetahui kelayakan tanah untuk persawahan dan status kepemilikan tanah.
"Biasanya ada tiga point penting yang disurvei dan di desain yaitu apakah tanahnya layak untuk dijadikan persawahan, kepemilikan lahan dan juga sumber air," katanya.
Ia menambahkan khusus untuk kawasan sekitar Bendungan Raknamo, sumber air sudah tidak ada masalah sehingga survei nantinya lebih diarahkan pada kelayakan tanah dan status kepemilikan tanah.
Menurut dia, survei dan desain lahan potensial di Kabupaten Kupang itu, baru akan dilakukan pada APBD Perubahan 2017, sehingga pembangunan fisik persawahan kemungkinan baru bisa dimulai pada musim tanam 2018/2019.
Gubernur Nusa Tenggara Timur Frans Lebu Raya secara terpisah mengemukakan, progres pembangunan Bendungan Raknamo di Kabupaten Kupang sudah mencapai 93,5 persen.
"Saat ini pembangunan bendungannya terus mengalami progres yang positif artinya bahwa terjadi percepatan pembangunan bendungan tersebut dari rencana awal hanya 44,58 persen sampai dengan Agustus ini menjadi 93,5 persen. Jadi kita punya defiasi fisik itu mencapai 50-an persen," katanya.
Lebu Raya mengatakan bendungan itu menurut rencana akan diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada Desember 2017.
Karena itu, dia mengatakan telah meminta Dinas Pertanian untuk mempersiapkan pembukaan sawah baru di sekitar Bendungan Reknamo sebelum diresmikan Presiden Joko Widodo.
Tak mencapai target
Ketika ditanya lebih lanjut soal pencetakan sawah baru di NTT saat ini, Tay Ruba mengatakan target pembukaan areal persawahan baru di wilayah provinsi berbasis kepulauan ini pada musim tanam 2017 kemungkinan tidak tercapai.
Pasalnya, kata dia, dari target 1.500 hektare yang diinginkan pemerintah pusat, hingga akhir tahun 2017 ini baru terealisasi 998 hektare yang tersebar di 14 kabupaten se-NTT.
Ke-14 kabupaten yang menjadi sasaran pembukaan lahan sawah baru itu antara lain adalah Kabupaten Kupang, Kabupaten Nagekeo, Kabupaten Manggarai, Kabupaten Sikka, Flores Timur, Kabupaten Kupang serta Timor Tengah Selatan (TTS).
"Kemungkinan besar tidak bisa tercapai karena sampai Oktober 2017 ini realisasi fisik baru mencapai 998 hektare. Waktu yang tersisa ini tidak mungkin tercapai karena kita akan memasuki musim tanam baru tahun 2018," katanya.
Menurut dia, pembukaan lahan sawah baru atas kerja sama dengan TNI itu tidak bisa tercapai karena kelayakan lahan dan sumber air tidak cukup tersedia untuk pembukaan lahan sawah baru.
"Dari hasil evaluasi kita, masalah utamanya adalah ketersediaan air yang sangat terbatas karena sudah di puncak musim kemarau," katanya.
Dia mengatakan TNI dan masyarakat tidak mungkin menanam pada lahan yang suplay airnya tidak cukup karena berisiko gagal panen.
"Memang sudah dilakukan survei dan desain, tetapi kami juga tetap menyesuaikan dengan kondisi di lapangan, karena pada musim kemarau, sumber-sumber air umumnya mengering," katanya menambahkan.
Dia mengaku telah meminta daerah-daerah potensial yang sudah dibuatkan Survei Investigasi Desain (SID), dapat mengoptimalkan penggunaan anggaran yang sudah dialokasikan untuk NTT.
Kabupaten Ngada, Manggarai Timur dan Barat, misalnya, dapat mengoptimalkan pembukaan sawah baru agar jatah untuk NTT yang belum digunakan lebih dari 500 hektare ini bisa dimanfaatkan.
"Jatah pembukaan sawah baru untuk NTT tahun 2017 seluas 1.500 hektare. Baru terealisasi 998 hektare. Masih ada 500 hektare lebih yang belum terealisir. Sisa ini bisa dimanfaatkan oleh daerah lain yang memiliki potensi," katanya menambahkan.
Siapkan lahan
Meskipun saat ini NTT berada di puncak musim kemarau, pemerintah tetap mendorong para petani setempat untuk mempersiapkan lahan pertanian guna menghadapi musim tanam 2017/2018.
"Melalui para petugas penyuluh, kami terus mengimbau petani untuk menyiapkan lahan tetapi tidak boleh menanam dulu karena musim hujan belum tiba," katanya.
Dia mengatakan, pihaknya juga terus mengikuti perkembangan musim hujan melalui Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk diteruskan kepada masyarakat melalui para penyuluh.
"Memang, umumnya para petani di NTT masih menggunakan pola tradisional untuk menanam sehingga sering terjadi gagal tanam dan gagal panen. Sekarang kita upayakan agar mereka boleh menanam pada saat musim hujan sudah benar-benar mulai berlangsung," katanya.
Artinya, jangan sampai karena ada hujan selama beberapa hari, tanah sudah mulai basah dan petani sudah mulai menanam tetapi setelah itu hujan tidak turun lagi dan tamanan mati," katanya.
Hujan tipuan
Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Klimatologi Kupang Apolinaris Geru mengatakan, para petani di wilayah NTT sering terjebak hujan tipuan.
Hujan tipuan atau false rain/tricky rain adalah hujan yang terjadi pada saat awal masuk musim hujan, tapi secara kategori klimatologis akumulasi hujan selama satu dasarian (10 hari) belum mencapai 50 milimeter atau lebih,
Setelah terjadi hujan 3-4 hari petani mengambil keputusan untuk menanam karena dirasakan musim hujan telah tiba. Namun setelah itu tidak terjadi hujan lagi selama dua minggu sampai tiga minggu (long dry spell).
Akibatnya petani mengalami gagal tanam karena tanaman menjadi layu dan merana bahkan mati kekeringan karena tidak ada air (hujan), katanya menjelaskan.
"Salah satu bentuk gangguan iklim adalah hujan tipuan, membuat petani sering tertipu. Hujan dua atau tiga hari cukup tinggi, kondisi tanah secara kasat mata sudah lembab petani langsung menanam, setelah itu tidak ada hujan lagi," katanya.
Bentuk gangguan iklim lain adalah periode kering selama musim hujan (long dry spell). "Ada juga periode hari kering yang panjang selama musim hujan. Artinya dalam kurun waktu periode musim hujan itu terjadi hari kering atau hari tidak ada hujan," katanya menambahkan.
Menurut dia, banyak petani tidak memahami kondisi iklin ini dengan baik, sehingga menyebabkan sering terjadinya gagal tanam.
"Tipikal iklim NTT di daerah kepulauan ini, pada saat musim hujan sering terjadi periode kering. Periode kering pada musim hujan inilah yang menyebabkan gangguan pada tanaman," katanya.
Tanaman mati, layu dan lainnya akhirnya gagal panen dan gagal tanam, karena setelah ditanam satu atau dua minggu tidak lagi hujan karena memang belum musim, katanya.
Karena itu, dia mengimbau kepada para petani khusus untuk daerah-daerah seperti Kupang dan pulau Timor serta sebagian Pulau Flores agar pada bulan Oktober misalnya ada hujan sebaiknya bersabar dulu atau jangan dulu menanam.
Hujan kata dia, biasanya mulai normal dan sudah jauh lebih merata baru terjadi pada akhir November sampai awal dan pertengahan Desember.
"Tetapi kalau ada hujan pada September, Oktober, hendaknya hujan tersebut membuat petani agar lebih fokus dalam pengolahan tanah," katanya.(ANT)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar