Ribut Sertifikat HGB Pulau Reklamasi - WARTA NASIONAL RAYA | HARIAN BERITA INDONESIA

WARTA NASIONAL RAYA | HARIAN BERITA INDONESIA

Harian Berita Indonesia


 

-----


=====

 


###


 

Breaking

Responsive Ads Here

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Selasa, Agustus 29, 2017

Ribut Sertifikat HGB Pulau Reklamasi

Foto sertifikat HGB Pulau D yang diunggah
Harco Kusumawijaya.
Lama tak terdengar, tanah reklamasi di teluk Jakarta muncul lagi dalam pembicaraan khalayak ramai. Kini angin datang bukan dari pengadilan, tapi dari sertifikat yang diterbitkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta Utara.

Menurut unggahan yang beredar, PT Kapuk Naga Indah memperoleh Hak Guna Bangunan (HGB) atas pulau D seluas 3,12 juta meter persegi alias 312 hektar.

Dalam akun Marco Kusumawijaya, petikan sertifikat HGB itu ditulis, Hak Guna Bangunan bernomor 6226 itu disahkan tanggal 24 Agustus 2017 oleh Kepala Kantor Pertanahan Jakarta Utara, Kasten Situmorang.Pemerintah DKI Jakarta memastikan terbitnya sertifikat ini. Kepala Badan Pengelola Aset Daerah (BPAD) DKI Jakarta Achmad Firdaus menyatakan, BPN Jakarta Utara sudah menerbitkan sertifikat HGB. "Memang sudah diterbitkan HGB atas nama PT Kapuk Naga Indah," ujar Firdaus di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (28/8/2017) seperti dikutip dari Kompas.com.Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah, HPL adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya.

Dalam soal tanah pulau D ini, pemerintah DKI Jakarta adalah pemegang HPL (Hak Pengelolaan). HPL ini terbit pada 19 Juni 2017. Menurut Firdaus, HGB bisa terbit setelah HPL ada.

PT Kapuk Naga Indah memperoleh HGB di atas HPL. Artinya, pemegang HGB di atas HPL sekadar 'nyewa'. Karena 'menyewa' maka harus patuh pada aturan dan batas waktu.

Press Conference BPN Kanwil DKI Jakarta (Foto:Beritagar.id). 
Kepala Kantor Wilayah BPN DKI Jakarta Najib Taufieq menyatakan, proses penerbitan sertifikat HGB seluas 312 hektare itu sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Cepatnya proses sertifikasi ini, menurut Najib, mungkin karena sedang semangat melayani administrasi pertanahan, maka sertifikasi ini cepat tuntas. "Ini percepatan layanan dari kami," kata Najib.

Najib menerangkan, proses sertifikasi ini dimulai dari pengukuran dan peninjauan ke lokasi. Lalu disimpulkan apakah HGB bisa diberikan, atau tidak.

Kemudian, Kantor Pertanahan mengeluarkan Surat Keputusan penetapan pemberian hak kepada pemohon. Dalam kasus pulau D ini, Namun, pengukuran kembali itu tidak dilakukan karena, luas lahan sama seperti yang tercantum dalam sertifikat hak pengelolaan lahan (HPL) Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Pemohon kemudian membayar kewajiban bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB). Setelah (BPHTB) dilunasi, didaftarkan kembali ke Kantor Pertanahan baru diproses sertifikatnya.

HGB itu, merupakan HGB Induk. Artinya dari seluas 3,12 juta meter persegi itu hanya 52,5 persen yang boleh dimanfaatkan secara komersial. "Sisanya 47,5 persen harus dibangun untuk fasilitas umum/fasilitas sosial, yang kelak diserahkan kepada Pemerintah DKI Jakarta," kata Najib di kantornya, Selasa (29/8/2017).HGB itu berlaku selama 30 tahun dan bisa diperpanjang jika disetujui oleh Pemda DKI Jakarta. Menurut Peraturan Pemerintah di atas, perpanjangan untuk 20 tahun.Rujukan yang dipakai Najib adalah pasal 4 Peraturan Kepala Badan Pertanahan nomor 2 tahun 2013 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah.

Pulau D
Pasal itu menyebut, kepala kantor pertanahan memberi keputusan pemberian Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan. Pasal ini tak menyebut batasan berapa meter persegi yang menjadi kewenangan Kepala Kantor Pertanahan.

Dalam Peraturan itu, kewenangan Kepala Kantor Pertanahan dibatasi untuk Hak Guna Bangunan untuk orang perseorangan, dan Hak Guna Bangunan untuk badan hukum.

Namun HGB di atas HPL bisa hilang karena beberapa sebab. Pertama, karena habis masa berlakunya. Pejabat yang berwenang bisa membatalkan HGB ini jika pemegangnya tak memenuhi kewajiban; tidak mematuhi perjanjian HGB; atau diputus pengadilan.

Pemilik HGB melepaskan haknya sebelum berakhir, atau menelantarkan tanahnya juga bisa membuat HGB habis. Apalagi jika tanahnya musnah, HGB ikut musnah.

Tidak ada komentar:

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here

Page