Wisata Konservasi Orang Utan di Tanjung Puting - WARTA NASIONAL RAYA | HARIAN BERITA INDONESIA

WARTA NASIONAL RAYA | HARIAN BERITA INDONESIA

Harian Berita Indonesia


 

-----


=====


 

Breaking

Responsive Ads Here

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Jumat, Maret 03, 2017

Wisata Konservasi Orang Utan di Tanjung Puting

Menjelajahi pulau Borneo sangatlah menyenangkan, salah satu tempat menakjubkan adalah Taman Nasional Tanjung Puting di Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Taman nasional ini termasyur karena habitat satwa endemik Kalimantan seperti orangutan (Pongo pygmaeus) dan bekantan. 

Untuk bisa sampai ke Taman Nasional Tanjung Putting, Kami harus menyeberang dari Pelabuhan Kumai dengan perahu klotok. Perahu klotok adalah perahu tradisional bermotor yang biasa digunakan di sungai-sungai di Kalimantan. 

Perahu ini bisa menampung sekitar 10 orang dan bisa dipakai juga untuk menginap. Toilet dan kamar mandi tersedia. Kami memilih tidak menggunakan speedboat karena ingin lebih santai dan menikmati pemandangan alam di sepanjang sungai yang kami lalui.

Perahu ini terlihat unik. Geladak dasar digunakan oleh kapten, awak klotok, juru masak dan pemandu, sedangkan geladak utama (atas) diperuntukkan bagi para penumpang atau wisatawan. Fungsi geladak atas bisa diubah sesuai keperluan, bisa menjadi tempat tidur, tempat makan dan tempat bersantai. Karena geladak atas ini terbuka, kami bisa dengan leluasa melihat pemandangan sekitar. 

Perahu klotok kami pun mulai menyusuri aliran Sungai Sekonyer yang berkelok-kelok. Lebatnya vegetasi hutan nipah dan mangrove terlihat di sisi kanan dan kiri kami. Ketika menjelang sore, kawanan monyet dan bekantan terlihat berlompatan kesana-kemari mencari pohon yang tinggi untuk tidur. 

Malam pun tiba. Kami memutuskan untuk menikmati malam di Sungai Sekonyer sambil menikmati makan malam di atas perahu klotok dengan menu yang tak kalah lezatnya dengan masakan restoran. 

Karena malam sudah kian larut, kami pun mencari tempat penginapan dan memutuskan akan melanjutkan perjalanan keesokan harinya. Di sepanjang jalur sungai berdiri beberapa penginapan, namun jumlah kamar biasanya  tidak banyak. Kamar-kamar ini dibangun di atas rawa.

Kami menginap  di Pondok Tangguy, Tanjung Harapan. Semua kamar di Pondok Tangguy terbuat dari kayu dan berdiri di atas tanah rawa. Jalan-jalan yang menghubungkan kamar satu dengan lainnya pun terbuat dari papan kayu. Karena penginapan ini hanya memiliki tiga kamar, dengan senang hati sebagian anggota rombongan beristirahat di atas perahu klotok. 

Fajar pun merekah. Kawanan monyet melompat kesana-kemari dari satu dahan ke dahan yang lain. Perjalanan dilanjutkan kembali dengan menyusuri Sungai Sekonyer menuju Tanjung Puting. Kami sudah tidak sabar lagi mengunjungi tempat rehabilitasi orangutan yang ada yaitu Tanjung Harapan, Pondok Tanggui dan Camp Leakey. Di tempat-tempat  inilah para wisatawan bisa melihat orangutan dari jarak dekat.

Pondok Tanggui adalah tempat perhentian kami yang pertama. Untuk melihat orangutan, kami harus berjalan sekitar setengah jam. Akhirnya, orangutan itu mulai berdatangan. Meski ada banyak orang di sekelilingnya, kawanan orangutan itu terlihat tenang. Sepertinya, mereka justru sengaja ingin ditonton. Manakala beberapa orang mencoba mengabadikan gerak-gerik mereka dengan kamera, mereka terlihat cuek dan merasa tak terganggu, apalagi terancam.

Perjalanan kami pun dilanjutkan ke Camp Leakey. Menurut pemandu, orangutan yang ada di Camp Leakey jauh lebih banyak. Nah, untuk mencapai lokasi ini, kami harus menyusuri Sungai Sekonyer yang jauh lebih sempit dibanding aliran sungai sebelumnya.

Akhirnya, sampai juga kami di Camp Leakey. Orangutan yang merupakan istri dari raja hutan di tempat ini, menyambut kami. ia terlihat sedang mandi di sungai. Tingkahnya lucu dan menggemaskan. Para wisatawan pun tergoda untuk mendekat dan memotret tingkah orangutan tersebut yang sedang asyik bermain air.

Puas bercengkrama dengan orangutan ini, kami berjalan memasuki hutan. Selama menyusuri hutan, kami bertemu babi hutan yang sedang asyik berdiri di antara semak. Babi hutan yang ukurannya sangat besar itu terlihat santai  dan tak terganggu sedikit pun dengan lalu lalang rombongan.

Nah, tak jauh dari lokasi itu, ternyata ada sebuah rumah yang terbuat dari kayu. Prof. Dr. Birute Mary Galdikas, ilmuwan asal Kanada yang memprakarsai penelitian dan konservasi orangutan Kalimantan, terlihat sedang duduk bersama beberapa orangutan. Kedekatan Profesor Galdikas dengan orangutan membuat kami terkagum-kagum. Orangutan itu sepertinya sudah menganggapnya seperti ibunya sendiri.

Puas terpesona dengan keakraban itu, kami kembali menembus kelebatan hutan. Perjalanan kali begitu menegangkan. Langkah kami kadang harus terhenti sejenak tatkala beberapa orangutan tiba-tiba berjalan di samping kami atau kadang tiba-tiba duduk di depan kami. Pemandu mewanti-wanti kami agar tidak menyentuh orangutan, meski mereka terlihat jinak.

Tingkah-polah orangutan itu memang benar-benar mengagumkan, meski kadang harus diakui juga terbesit kengerian bila tiba-tiba saja mereka mengamuk. Perjalanan ini benar-benar menakjubkan. Orang-orangutan itu bergelantungan dan berjalanan beriringan dengan kami. Nah, saat mereka berhenti dan duduk persis di depan, kami pun harus berhenti dan menunggu mereka jalan kembali.

Akhirnya, kami pun sampai di tempat pemberian makan orangutan. Sejauh mata memandang, yang terlihat hanyalah orangutan, ada yang menggendong anaknya, ada yang memanjat dan bergelantungan di pohon, dan tak sedikit pula yang sedang asyik makan di tempat yang sudah disediakan. 

Inilah potret keriuhan di tengah pedalaman hutan Kalimantan Tengah yang begitu memesona. Puas dengan pesona orangutan, kami kembali ke Pelabuhan Kumai dengan perahu klotok sambil bermandikan cahaya bulan purnama dan taburan bintang di langit serta kunang-kunang yang terbang di sekitar kami.

Tidak ada komentar:

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here

Page