JAKARTA (Wartanasionalraya.com) - Sebagai penyelenggara negara di bidang agraria/pertanahan dan tata ruang, jajaran Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) harus menjalankan tugas sesuai dengan kaidah, norma, dan standar yang berkaitan dengan Hak Asasi Manusia (HAM). "Kita semua harus mengetahui bagaimana penilaian di atas kaidah-kaidah peristiwa HAM yang terjadi di masyarakat terutama dalam penyelenggaraan administrasi pertanahan," ucap Direktur Jenderal Penataan Agraria, Andi Tenrisau dalam kegiatan Diseminasi Standar dan Norma Pengaturan Nomor 7 tentang Hak Asasi Manusia atas Tanah dan Sumber Daya Alam yang diselenggarakan oleh Komnas HAM secara daring, Senin (07/03/2022).
Penyelenggaraan fungsi administrasi
pertanahan dalam pemenuhan hak atas tanah di Indonesia, menurut Direktur
Jenderal Penataan Agraria telah menyesuaikan dengan prinsip yang berkaitan
dengan hak asasi manusia. "Bagaimana penyelenggaraan fungsi administrasi
pertanahan yang selama ini dilakukan sudah sesuai dengan prinsip yang terkandung
di dalam SNP Nomor 7 yaitu universal, kesetaraan, nondiskriminasi, tidak dapat
dipisahkan, saling terkait, menjunjung martabat kemanusiaan, dan melibatkan
tanggung jawab negara," jelas Andi Tenrisau.
Lebih lanjut, Direktur Jenderal Penataan Agraria menjelaskan secara rinci kaitan implementasi pemenuhan hak atas tanah dengan beberapa prinsip tersebut. Ia menjelaskan universal artinya bahwa setiap orang tanpa melihat jenis kelamin, suku, ras, dan sebagainya harus diberikan kesempatan, penghormatan atas hak atas tanah yang kemudian diterjemahkan ke dalam berbagai peraturan yang menjadi acuan ketika insan pertanahan melakukan tugasnya.
"Salah satunya Pasal 19 UUPA menyebutkan bahwa seluruh wilayah
kesatuan Republik Indonesia dalam rangka kepastian hukum, harus dilakukan
pendaftaran tanah tanpa melihat siapa dia, di mana berada, klasifikasi status
sosial, dan seterusnya. Pemerintah mengharuskan kegiatan pendaftaran tanah di
seluruh wilayah Republik Indonesia," lanjutnya.
Kemudian prinsip kesetaraan dan nondiskriminasi
yang juga sudah diterapkan dalam berbagai peraturan dan kegiatan. Misalnya pada
program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), Reforma Agraria, dan
program strategis lainnya, prinsip kesetaraan dan nondiskriminasi menjadi
bagian yang sangat diperhitungkan ketika dilaksanakan kegiatan tersebut.
"Kemudian nondiskriminasi juga diterapkan ketika pemberian hak, bisa
bersifat individual bisa komunal," terang Andi Tenrisau.
"Sebagaimana diketahui bahwa beberapa
waktu lalu kita telah menetapkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang
Cipta Kerja dan beberapa turunannya, termasuk Peraturan Pemerintah Nomor 18
Tahun 2021 yang menetapkan bahwa hak yang selain bersifat individual juga
tentunya hak yang bersifat komunal bisa diberikan, sehingga prinsip nondiskriminasi
dapat menjadi bagian yang kita perhitungkan dalam kegiatan ini,"
tambahnya.
Prinsip lainnya yaitu saling terkait. Andi
Tenrisau dalam hal ini menjelaskan bahwa prinsip hak asasi manusia yang saling
terkait harus diperhitungkan. Ia menuturkan di dalam Undang-Undang Pokok
Agraria (UUPA) Pasal 6 terdapat fungsi sosial, di mana terdapat pelarangan
dalam menggunakan tanah hanya semata-mata untuk kepentingannya sendiri. Artinya
bahwa saling terkait dengan yang lain menjadi bagian dari perhatian ketika
seseorang akan menetapkan hak atas tanah itu. Selanjutnya yaitu prinsip
menjunjung martabat kemanusiaan. Menurutnya, prinsip tersebut juga betul-betul
bagian yang dilakukan ketika melakukan kegiatan pendaftaran tanah di Indonesia.
Terkait dengan prinsip hak asasi manusia yang
melibatkan tanggung jawab negara, Direktur Jenderal Penataan Agraria
menjelaskan beberapa ketentuan dalam UUPA dan turunannya telah melaksanakan
prinsip ini. "Keadilan antar generasi kemudian adanya kelestarian fungsi
atau sumber kebermanfaatan adanya sumber daya agraria menjadi sustainable. Misal Pasal 15 UUPA disebutkan bahwa
setiap orang dan badan hukum yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah,
diwajibkan untuk memelihara termasuk mencegah kerusakannya sehingga bisa
lestari, keadilan antar generasi kemudian bisa kita wujudkan," ujar Andi
Tenrisau.
Membuka kegiatan, Sandrayati Moniaga selaku Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM menyatakan dengan diterbitkannya Standar dan Norma Pengaturan Nomor 7 tentang Hak Asasi Manusia atas Tanah dan Sumber Daya Alam, dapat bergerak bersama dalam menyelesaikan permasalahan pertanahan di Indonesia.
"Kami berharap kita bisa bergerak
bersama. Komnas HAM berkomitmen mendukung Kementerian ATR/BPN untuk melakukan
pembaruan-pembaruan serta langkah-langkah strategis agar persoalan agraria yang
terdapat di Indonesia dapat diselesaikan secara komprehensif," tutur
Sandrayati Moniaga.
(Tim WNR/Humas Kementerian ATR).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar