Mendagri Tjahjo Kumolo. |
Jakarta - Polemik seputar pengangkatan Perwira Tinggi (Pati) Polri sebagai Pelaksana tugas (Plt) Gubernur Jawa Barat dan Sumatera Utara terus bergulir. Salah satunya dari Pakar Hukum Universitas Indonesia yang juga Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB), Yusril Ihza Mahendra.
Yusril Ihza Mahendra menentang rencana Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo yang ingin menempatkan dua perwira tinggi (pati) Polri menjadi penjabat gubernur atau pelaksana tugas Gubernur Sumatera Utara dan Jawa Barat.
Ia mengatakan, rencana Tjahjo tersebut berpotensi menubruk Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia.
“Karena undang-undang menyebutkan bahwa polisi tidak boleh merangkap jabatan di luar tugas kepolisian,” kata Yusril di kantor DPP PBB, Jakarta, Minggu (28/1).
Kemudian Yusril menjelasakan, anggota atau perwira polisi memang boleh merangkap jabatan di institusi lain. Namun, harus berkaitan dengan tugas kepolisian, seperti Badan Narkotika Nasional (BNN) atau Badan Intelijen Negara (BIN).
“Tapi kalau menjabat sebagai gubernur atau kepala daerah itu enggak terkait langsung dengan tugas-tugas kepolisian,” ujar Yusril.Yusril menyarankan Tjahjo agar menunjuk pegawai negeri sipil Eselon I di lingkungan Kemendagri sebagai penjabat gubernur Sumatera Utara dan Jawa Barat dan wilayah lainnya. Menurut Yusril, ada banyak PNS Eselon I seperti Direktur Jenderal, Staf Ahli Menteri, atau Kepala Badan yang dapat ditugaskan sebagai penjabat gubernur.
Apabila memang tidak mencukupi, lanjut Yusril, penjabat gubernur juga dapat ditugaskan kepada PNS Eselon I dari kementerian lain.
“Diambil dari Kementerian yang mengurusi administrasi pemerintah jadi agak lebih netral. Masih banyak kok,” kata Yusril.
Sebelumnya, Tjahjo berencana menempatkan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Inspektur Jenderal Martuani Sormin sebagai Penjabat Gubernur Sumatera Utara dan Asisten Kapolri Bidang Operasi, Inspektur Jenderal Mochamad Iriawan sebagai Penjabat Gubernur Jawa Barat.
Keduanya bakal diberi tugas tersebut karena gubernur yang bersangkutan akan habis masa jabatannya sebelum Pilkada selesai dilaksanakan.Tjahjo yakin rencana tersebut tidak menyalahi aturan yang berlaku. Menurutnya, Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada tertulis bahwa untuk mengisi kekosongan jabatan gubernur, diangkat penjabat gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya sampai dengan pelantikan gubernur.
“Saya siap diberi sanksi dan saya siap mempertanggungjawabkan apa yang saya sepakati dan perbuat, ucap Tjahjo di Tugu Proklamasi, Jakarta kemarin.Tjahjo heran dengan penolakan yang muncul dari berbagai pihak atas rencananya itu. Dia mengaku pernah menunjuk jenderal aktif dari TNI/Polri sebagai penjabat gubernur di Sulawesi Barat dan Aceh pada tahun 2017 lalu.
Diketahui pada 2017 lalu Tjaho juga menunjuk Inspektur Jenderal Carlo Brix Tewu sebagai Penjabat Gubernur Sulawesi Barat dan Mayjen TNI Soedarmo sebagai Penjabat Gubernur Aceh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar