Andi Agustinus alias Andi Narogong. |
Jakarta - Sidang lanjutan kasus korupsi e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat (7/12) dengan agenda pembacaan tuntutan Jaksa atas terdakwa Andi Agustinus alias Andi Narogong. Jaksa menuntut delapan tahun penjara dan denda 1 miliar rupiah, apabila tidak mampu membayar denda maka diganti dengan pidana penjara selama 6 bulan penjara.
Menurut Jaksa, dinilai melakukan korupsi bersama-sama terhadap proyek e-KTP senilai Rp5,9 triliun itu.
Bukan hanya itu, Andi Narogong juga dituntut dengan pidana tambahan atas kewajiban membayar uang pengganti sebesar USD 2.150 juta dan Rp 1,186 miliar. Uang tersebut wajib dibayar Andi selambat-lambatnya satu bulan setelah memiliki kekuatan hukum tetap.
Dalam tuntutannya, Jaksa mencantumkan hal yang memberatkan dan meringankan. Diantaranya perbuatan Andi tidak mendorong program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dampak dari perbuatannya hingga saat ini masih terasa dan dirasakan secara masif.
Sementara hal yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum, menyesali dan berjanji tidak mengulangi perbuatannya. Serta statusnya sebagai Justice Collaborator menjadi pertimbangan tuntutan yang meringankan.
Sementara itu, jaksa menyampaikan tuntutan Andi delapan tahun didasari atas penetapannya sebagai Justice Collaborator. Keputusan tersebut didasari dengan dengan surat pimpinan KPK dengan nomor PEP-1536/2017. Surat tersebut ditandatangani oleh lima pimpinan KPK pada tanggal 5 Desember.
Lebih lanjut, pada tuntutan kali ini, jaksa penuntut umum pada KPK menggunakan dakwaan alternatif terhadap Andi yakni menggunakan Pasal 3 Ayat 1 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. (AR)
Dalam tuntutannya, Jaksa mencantumkan hal yang memberatkan dan meringankan. Diantaranya perbuatan Andi tidak mendorong program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dampak dari perbuatannya hingga saat ini masih terasa dan dirasakan secara masif.
Sementara hal yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum, menyesali dan berjanji tidak mengulangi perbuatannya. Serta statusnya sebagai Justice Collaborator menjadi pertimbangan tuntutan yang meringankan.
Sementara itu, jaksa menyampaikan tuntutan Andi delapan tahun didasari atas penetapannya sebagai Justice Collaborator. Keputusan tersebut didasari dengan dengan surat pimpinan KPK dengan nomor PEP-1536/2017. Surat tersebut ditandatangani oleh lima pimpinan KPK pada tanggal 5 Desember.
Lebih lanjut, pada tuntutan kali ini, jaksa penuntut umum pada KPK menggunakan dakwaan alternatif terhadap Andi yakni menggunakan Pasal 3 Ayat 1 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. (AR)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar