Ombudsman RI melansir data pejabat publik rangkap jabatan komisaris BUMN |
Ada postingan di Whatsapp Group yang mengatakan enaknya jadi pejabat eselon 1 di Kementerian atau Lembaga karena bisa dapat kursi komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dalam Whatsapp tersebut disebutkan sosok pejabat eselon 1 itu dengan jabatan sebagai komisaris di dua perusahaan pelat merah, yaitu di sektor perbankan dan di perusahaan jasa pengiriman.
Realita ini ternyata jamak terjadi di republik ini. Tengok saja data OMBUDSMAN RI. Lembaga pengawas itu mendata setidaknya ada 222 jabatan komisaris BUMN diisi oleh pejabat publik. Jumlah itu belum termasuk pejabat publik di daerah (pejabat daerah) yang menduduki posisi komisaris di Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Menurut data OMBUDSMAN RI, sebanyak 222 komisaris tersebut menduduki jabatan komisaris di 144 BUMN berbagai sektor. Perlu diketahui, dari data Kementerian BUMN, setidaknya ada 541 perusahaan pelat merah di Indonesia.
Nurmadjito, pengamat hukum publik, mengenai fenomena rangkap jabatan oleh pejabat publik ini, berpendapat, rangkap jabatan itu bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, tepatnya di Pasal 17.
Nurmadjito, pengamat hukum publik. |
Mantan Staf Ahli Bidang Hukum Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara ini mengatakan meskipun jelas-jelas Undang-Undang Pelayanan Publik mengaturkan, banyak pejabat yang tidak menganggap atau abai terhadap aturan tersebut.
"Materi Undang-Undang Pelayanan Publik, lanjutnya, sarat dengan berbagai perubahan yang selama ini menjadi tempat nyaman bagi pejabat, dan karena diubah serta menjadi (apa yang ada di dirinya) nyaman, maka ada upaya untuk tidak menganggapnya," tulis Nurmadjito dalam facebooknya.
Rangkap jabatan tersebut memicu konflik kepentingan. Misalnya saja pejabat tersebut di jabatan pemerinthannya di sektor yang menangani program tertentu. Kemudian, program tersebut penyaluran ke masyarakat perlu pendistribusian. Maka, karena dia merupakan komisaris di perusahaan pelat merah jasa pendistribusian maka perusahaan itu menjadi pelaksana dari pendistribusiannya.
A. Alamsyah Saragih, Komisioner OMBUDSMAN RI berpandangan, rangkap jabatan tersebut selain memicu konflik kepentingan bila dibiarkan selain melanggar etika juga akan menyebabkan pemborosan.
Alamsyah mengatakan, pejabat yang rangkap jabatan tersebut rangkap penghasilan dan terkadang dijadikan tempat untuk tempat kerabatnya di perusahaan itu.
Sementara itu, Komisioner Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Waluyo jug melihat fenomena rangkap jabatan tersebut menimbulkan konflik kepentingan dan bisa menjadi akar terjadinya kecurangan.
Waluyo menilai, bila organisasi bisa menghindari adanya rangkap jabatan maka bisa mempermudah dalam pencegahan korupsi.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Raharjo juga mensinyalir rangkap jabatan menimbulkan konflik kepentingan, dan dapat merupakan awal mula dari tindak pidana korupsi. Ia menyarankan agar komisaris BUMN itu diisi oleh orang orang yang memiliki kemampuan mumpuni di bidang bisnis BUMN itu dan memiliki waktu luang, sehingga seluruh pikirannya tertuju untuk kemajuan perusahaan pelat merah itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar