Kapolri Jenderal Tito Karnavian |
Persekusi belakangan ini menjadi gunjingan. Apalagi setelah Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Tito Karnavian membanggakan kinerja aparat di bawah kekuasaannya dengan gemilang menumpas tindak persekusi (main hakim sendiri).
Kasus yang hangat adalah ketika Kepolisian Resort Kota (Polresta) Depok lewat Tim Jaguar membubarkan massa Front Pembela Islam (FPI) yang melakukan sweeping terhadap geng motor di kota itu pada 25 Mei lalu. Padahal, keberadaan FPI itu sangatlah membantu masyarakat untuk memerangi keberadaan geng motor yang belakangan ini semakin meresahkan.
Tindakan main hakim sendiri alias persekusi itulah yang disebut-sebut Kapolri Tito Karnavian akan diberantas. Kebijakan ini dinilai ada muatan tertentu untuk menyudutkan organisasi massa tertentu yang melakukan pembersihan tempat-tempat maksiat dan perjudian seperti FPI.
Melihat hal itu, politisi Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menanggapi bahwa Kapolri seharusnya tidak tebang pilih. Jangan sampai himbauan itu hanya tertuju padaa organisasi massa tertentu, sedangkan terkesan ada pembiaran terhadap lainnya.
"Aparat kepolisian harus bersikap profesional dan adil dalam menyikapi apa yang disebut persekusi. Hendaknya dalam menjalankan tugas Polri hanya mengacu pada KUHP dan perundang-undangan pidana Indonesia lainnya, dan bukannya mengikuti opini sebagian orang," kata Dasco.
Dasco menuturkan, dalam rumusan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), persekusi diartikan sebagai pemburuan sewenang-wenang terhadap seorang atau sejumlah warga dan disakiti, dipersusah, atau ditumpas. Sementara di dunia internasional yang dimaksud dengan persekusi selalu dikaitkan dengan sentimen kebencian rasisme.
"Yang terjadi di berbagai kasus di Jakarta menurut kami tidak tergolong persekusi, karena tidak ada sentimen kebencian rasisme. Orang yang didatangi ramai-ramai oleh warga biasanya bukan karena identitas rasnya, melainkan dikarenakan perbuatannya yang menyinggung pribadi orang lain," paparnya.
Menurutnya, jikapun terjadi pelanggaran hukum, tuduhan yang dapat dikenakan adalah pidana biasa, seperti penganiayaan sebagaimana diatur Pasal 351 sampai 355 KUHP, atau perbuatan tidak menyenangkan sebagaimana diatur Pasal 368 KUHP.
"Sampai saat ini tidak ada istilah tindak pidana persekusi dalam hukum positif Indonesia," ucap politikus Gerindra itu.
Dasco menegaskan, hal yang paling penting bagi Polri adalah bersikap adil dalam menegakkan hukum. Jangan kasus penggerudukan disikapi dengan gerak cepat, tapi kasus dugaan makar menyatakan suatu daerah akan merdeka, ataupun kasus dugaan ancaman pembunuhan terhadap Wakil Ketua DPR Fadli Zon sangat lambat diusut.
"Polri tidak boleh berat sebelah, hanya menindak pihak tertentu tetapi membiarkan pelanggaran hukum yang dilakukan pihak lain," tegasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar