Dr. Suparji Ahmad, pengamat hukum pidana. |
Pengamat Hukum Pidana dari Universitas Al Azhar Jakarta Dr, Suparji Ahmad menilai alasan jaksa penuntut umum (JPU) mengajukan banding terhadap perkara yang menjerat Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengada-ada.
Padahal, Ahok sudah mencabut banding dan menerima vonis dua tahun dari majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara."Pada umumnya alasan banding (oleh jaksa) karena putusan lebih rendah dari tuntutan jaksa. Dalam kasus Ahok, putusan hakim melebihi tuntutan jaksa," ujar alumni SMA Negeri Cawas Klaten ini.
Jaksa, lanjut Suparji, mengajukan banding dengan alasan keberatan atas pasal yang digunakan hakim untuk memvonis Ahok.
Sebelumnya dalam tuntutannya, jaksa menilai Ahok bersalah merujuk pada Pasal 156 KUHP terkait penghinaan golongan. Sehingga Ahok hanya dituntut ringan yakni satu tahun penjara dan dua tahun percobaan.
Sementara hakim memvonis Ahok bersalah berdasarkan Pasal 156 A KUHP tentang penodaan agama.
"Kalau keberatan pasal, ini mengada-ada. Pihak terdakwa sudah mencabut banding, tapi jaksa tidak mencabut banding," katanya.
Karena jaksa tidak kunjung mencabut upaya banding tersebut, akhirnya Pengadilan Tinggi DKI Jakarta telah menunjuk empat majelis hakim yang akan menangani perkara Ahok. Mereka adalah Imam Sugudi sebagai Ketua Majelis Hakim, Elang Prakoso Wibowo, Daniel Pairunan, I Nyoman Sutama, dan Achmad Yusak sebagai anggota.
"Hakim yang akan memutus banding sudah dibentuk sehingga persidangan banding akan segera dimulai. Upaya banding jaksa mengkonfirmasi "keberpihakan" JPU pada terdakwa," tukasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar