Biaya-biaya yang Timbul dalam Transaksi Jual Beli Properti - WARTA NASIONAL RAYA | HARIAN BERITA INDONESIA

WARTA NASIONAL RAYA | HARIAN BERITA INDONESIA

Harian Berita Indonesia


 

-----


=====

 


###


 

Breaking

Responsive Ads Here

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Selasa, April 18, 2017

Biaya-biaya yang Timbul dalam Transaksi Jual Beli Properti

Perhitungkan kemungkinan biaya yg timbul sewaktu transaksi jual beli properti.
Transaksi jual beli rumah tidak terlepas dari banyaknya biaya-biaya untuk mengurusnya. Adapun, biaya-biaya tersebut ada yang resmi dibayarkan kepada negara atau pemerintah daerah dan ada juga biaya untuk pejabat yang melaksanakan jual beli tersebut, namun dapat dinegosiasikan. 

Biaya yang resmi dibayarkan tersebut seperti PPh, BPHTB, PNBP, sedangkan biaya lainnya, seperti biaya untuk Notaris/PPAT. 

Lalu apa saja biaya-biaya yang harus dikeluarkan saat jual beli rumah? Berikut penjelasannya: 

1. Pengecekan Sertifikat
Pengecekan sertifikat dilakukan sebelum transaksi jual beli rumah dilakukan, tujuannya adalah untuk memastikan bahwa sertifikat tidak ada catatan sita, catatan blokir atau catatan yang lainnya. 

Pengecekan sertifikat ini dilakukan di kantor pertanahan setempat, dan biaya tergantung dari masing-masing kebijakan kantor tersebut, dan biasanya biaya ini ditanggung oleh pembeli rumah, namun tentu hal ini sesuai dengan kesepakatan antara penjual dan pembeli rumah. 

Untuk biaya pengecekan sertifikat ini sendiri tergantung kebijakan kantor pertanahan setempat.

2. Biaya Akta Jual Beli (AJB)
Pembuatan akta jual beli atau yang biasa disingkat (AJB) juga memerlukan dana. Pembuat AJB adalah PPAT (Pejabat Pembuat akta tanah). Besarnya harga AJB (Akta jual beli) di PPAT itu berbeda-beda pada tiap-tiap daerah, 

Namun harga AJB tersebut tidak boleh lebih dari 1% dari harga transaksi yang tertera dalam Akta. Biaya AJB ini biasanya ditanggung oleh kedua belah pihak baik penjual maupun pembeli rumah, hal tersebut tentu harus sesuai dengan kesepakatan antara penjual dan pembeli rumah.

Kebanyakan PPAT menarik biaya 1% dari nilai transaksi, tetapi harga ini tidaklah kaku sehingga klien bisa menawar harga tersebut sepanjang disetujui oleh PPAT. 

Biaya akta jual beli ini biasanya dibayarkan secara proporsional antara penjual dan pembeli. Namun tidak tertutup kemungkinan biaya akta jual beli ini dipikul oleh salah satu pihak sesuai kesepakatan para pihak.

3. Biaya Balik Nama
Balik nama sertifikat dilakukan di kantor pertanahan setempat. Proses balik nama diajukan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dengan membayar sejumlah biaya sesuai dengan peraturan yang berlaku. Biasanya, biaya balik nama ini ditanggung oleh pembeli.

4. Biaya PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak)
PNBP dibayarkan sekaligus pada saat pengajuan Peralihan Hak atau Balik Nama. Besarnya PNBP ini 1/1000 (satu per seribu/permill) dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tanah. 

5. PPh (Pajak Penghasilan)
Besarnya PPh adalah 5% dari besarnya transaksi. PPh harus sudah dibayar sebelum AJB (akta jual beli) ditandatangani. 

Adapun biaya PPh dilakukan di bank penerima pembayaran transaksi jual beli rumah tersebut lalu kemudian di validasi di kantor pajak setempat. Pajak penghasilan ini biasanya dibebankan kepada penjual, sekali lagi itu tergantung kesepakatan antara penjual dan pembeli rumah.

6. BPHTB (Bea Perolehan Hak Tanah dan Bangunan)
Biaya yang harus dikeluarkan berikutnya adalah Bea atas Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atau yang biasa disingkat BPHTB. Besar biaya yang harus dikeluarkan adalah sebesar 5% dari nilai jual objek pajak atau NJOP. 

Pihak mengeluarkan biaya ini tentunya sesuai kesepakatan antara penjual dan pembeli rumah. Selain itu, BPHTB ini harus sudah dilunasi sebelum akta jual beli (AJB). 

Sama dengan PPh, BPHTB juga harus dibayarkan sebelum akta jual beli (AJB) ditandatangani. BPHTB dikenakan bukan hanya pada saat terjadinya jual-beli, melainkan juga terhadap setiap perolehan hak atas tanah dan bangunan, seperti tukar-menukar, hibah, waris, pemasukan tanah ke dalam perseroan, dan lain-lainnya.

Pada transaksi jual-beli tanah atau rumah, yang menjadi subjek pajak BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan itu, yaitu pembeli. Sementara itu, untuk proses lainnya seperti pewarisan yang harus membayarkan BPHTB adalah penerima waris. Jika ahli waris terdiri lebih dari satu orang, cukup dicantumkan nama salah satu ahli waris saja dengan menambahkan CS di akhir namanya. 

Dasar perhitungan BPHTB adalah nilai transaksi atau Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dikurangi terlebih dahulu dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP), kemudian dikalikan 5%. Besarnya NJTKP berbeda untuk tiap daerah, sebagai contoh untuk DKI Jakarta besaran NPOPTKP adalah Rp80 juta.

Untuk proses perolehan selain jual beli seperti tukar-menukar, waris, hibah, yang menjadi dasar perhitungan besarnya BPHTB adalah NJOP. Perhitungan besarnya BPHTB adalah nilai transaksi atau NJOP atau mana yang lebih besar. Khusus untuk perolehan hak secara waris terdapat pengurangan berupa NPOPTKP yang lebih besar, sesuai dengan peraturan yang berlaku. Sebagai contoh besarnya NPOPTKP untuk DKI Jakarta adalah Rp350 juta.

7. Biaya KPR
Berbeda halnya jika anda membeli rumah dengan cara tunai yang tidak akan menimbulkan biaya seperti jika membayar dengan cara kredit atau KPR. Apabila pendanaan yang Anda lakukan dengan cara KPR, akan timbul biaya tambahan seperti biaya provisi, administrasi, dan lainnya yang besar biayanya berkisar 4 sampai 5% dari total pinjaman (plafond) yang disetujui. Untuk biaya KPR sepenuhnya akan menjadi tanggung jawab dari pihak pembeli.

8. Biaya Jasa Notaris
Kehadiran notaris dalam suatu kegiatan jual beli rumah dirasa mutlak adanya, karena setiap perjanjian yang dimaksudkan untuk menggadaikan, memindahkan hak, atau memberikan hak baru atas tanah harus dibuktikan dengan akta yang dibuat dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). 

Akta ini juga diperlukan ketika seseorang hendak meminjam uang dengan melibatkan hak atas tanah sebagai tanggungannya.

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) atau yang lebih sering disebut notaris ini adalah satu-satunya pejabat yang berwenang dalam menentukan keabsahan suatu proses jual beli tanah ataupun rumah. 

Jadi kesimpulannya, peranan notaris dalam transaksi jual beli tanah adalah hal yang diharuskan dan sangat penting, terutama untuk pihak pembeli.

Menurut pasal 51 Undang-Undang Jabatan Notaris, Notaris memiliki beberapa tugas pokok, diantaranya:

1. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus (waarmerking);
2. Membuat salinan dari asli surat dibawa tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;
3. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya (legalisasi);
4. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;
5. Membuat akta yang berhubungan dengan pertanahan;
6. Membuat akta risalah lelang;
7. Membetulkan kesalahan tulis dan atau kesalahan ketik yang terdapat pada minuta akta atau akta yang ditandatangani para penghadap akta asli yang menyebutkan tanggal dan nomor BA pembetulan, dan salinan tersebut dikirimkan ke para pihak.

Biaya jasa notaris biasanya mencakup beberapa klasifikasi biaya, seperti biaya cek sertifikat, Biaya SK 59, Biaya validasi pajak, Biaya Akte Jual Beli (AJB), Biaya Balik Nama (BBN), biaya SKHMT, serta biaya APHT yang diperkirakan nilai masing-masingnya sebesar berikut ini:

- Biaya cek sertifikat: Rp100.000
- Biaya SK 59: Rp100.000
- Biaya validasi pajak: Rp200.000
- Biaya Akte Jual Beli (AJB): Rp2,4 juta
- Biaya Balik Nama (BBN): Rp750.000
- SKHMT (surat kuasa hak membebankan hak tanggungan): Rp250.000
- APHT: Rp1,2 juta

Biaya-biaya tersebut jika ditotal nilainya mencapai Rp5 juta, namun beberapa notaris juga ada yang mematok harga di bawah atau di atas kisaran tersebut. 

Selain itu, ada juga notaris yang memilih membebankan biaya jasanya dengan perhitungan sebesar 0,5-1% dari nilai transaksi. Biaya ini kebanyakan ditanggung oleh pihak pembeli, karena pihak pembeli dirasa lebih berkepentingan. Meski begitu, biaya tersebut juga bisa dibagi rata pembayarannya dengan pihak penjual sebesar 50%-50%.

Selain itu, jika persyaratan transaksi yang dibutuhkan belum terlunasi, seperti pelunasan pajak rumah, air PAM, listrik dan iuran lainnya belum dibayarkan sampai serah terima, maka seluruh iuran tersebut masih menjadi tanggung jawab pihak penjual.

Tidak ada komentar:

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here

Page